SEJARAH JURNALISME INVESTIGASI
Makalah Jurnalisme Investigasi
SEJARAH
JURNALISME INVESTIGASI DI INDONESIA
DISUSUN
OLEH:
Junaidi
Fadhliana
Suci Feridha
Uswatun Hasanah
Venny
Yunita
Jurusan : Komunikasi Penyiaran Islam
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA
ACEH
2016-2017
JURNALISME INVESTIGASI
Produser Eksekutif
: Ognatius Haryanto
Produser
: hanif Suranto dan Najib Abu Yasser
Sutradara
: Andhy Panca Kurniawan
Asisten Sutradara
: Ahmad Yunus
Vidiografer
: Nurkayat
Editor
: Hendry ‘Tivo’
Grafis
: Mikail Farras
Tata Suara dan Cahaya
: Fandhi Bagus Alwianto
Keuangan
: Magdalena dan Fatiya Yahya
Terimakasih :
Atmakusuma Astraatmadja
Bondan Winarno
Aristides Katoppo
Dadi Sumaatmadja
Majalah Tempo
Sinar Harapan
Metro Tv
AJI Jakarta
LBH Pers
Panitia Muchtar Lubis Award
Teriamkasih :
KEMITRAAN
Excecutive Director : Wicaksono
Saaroso
Operations Director : Budi Santoso
Cheif of Cluster of Democratic Governance :
Utama Sandjaja
Program Manager Democratic Governance : Setio
Soemeri
Project Manager SIAP 2 : Natalia Hera Setiyawati
Narator
: Pasca kemerdekaan Indonesia pada tahun
1945, seluruh masyarakat Indonesia terkena inforia memepertahankan kemerdekaan,
tak terkecuali media dan pers di Indonesia.
Sejarah dan Perkembangan
di Indonesia.
Narator :Mantan
deraktur dan pelaksanaan Harian Indonesia Raya, Atmakusuma Astraatmadja
menjadi saksi bagaimana media-media yang berdiri di Republik ini bersikap
kritis baik terhadap kekuatan asing yang mengancam kemerdekaan maupun terhadap
jalannya pemerintahan yang baru berusia muda.
Atmakusuma Astraatmadja
(Mantan Wartawan Indonesia Raya) :
Seingat saya lebih banyak media pers
pada masa orde lama dulu pada tahun-tahun awal kemerdekaan mulai tahun 1945
sampai hampir kurang lebih pertengahan tahun 1950-an, melakukan Investigatif
Reporting.
Narator : Karya-karya pers indonesia kala itu, baik
berupa laporan investigasi maupun laporan mendalam atau Indept Reporting, tak
jarang berbuat tekanan dari penguasa.
Atmakusuma
Astraatmadja :
Jadi, pada masa orde lama dulu,
Indonesia Raya dibredel lima kali. Biasanya hanya beberapa hari atau beberapa
minggu, tapi yang terakhir bulan Oktober tahun 1958 boleh dikatakan pembredelan
terkahir pada masa orde lama. Kemudian setelah pembredelan yang ke lima kali
itu yaitu pada tahun 1958, Muchtar Lubis sudah dalam tahanan. Kadang-kadang dia
mengalami tahanan kota, tahanan rumah, atau tahanan di dalam penjara baik di
Jakarta atau juga pernah dipenjarakan di Madiun. Nah, tapi ternyata nasib
Indonesia Raya sama sulitnya baik pada masa pemerintahan orde baru maupun pada
masa pemerintahan orde lama. Sebetulnya kami tidak mempunyai alasan yang jelas
kenapa harian Indonesia Raya bersama-sama sepuluh surat kabar harian dan
mingguan lainnya di Indonesia dan satu majalah berita di bredel setelah terjadi
apa yang disebut Malapetaka 15 januari 1974 atau “Malari”, yaitu demonstrasi
mahasiswa yang berlangsung berhari-hari.
Editor : Pada masa orde lama membredel lebih dari
100 media, diantaranya:
a. Harian
Umum Indonesia raya f.
Soeara Moeda
b. Harisn
Merdeka
g. Soeara rakjat
c. Harian
Berita Indonesia
h. Patriot
d. Harian
Waspada-Medan i.
Soeara Iboekota
e. Panji
Masyarakat j. Bintang Timur
Editor : Liputan Investigasi pada Masa Orde
Lama (1950-1965).
Harian
Indonesia Raya adalah koran pertama yang melakukan
peliputan investigasi.
Salah
satu karya investigasi yang terkenal adalah mengenai kasus korupsi di Pertamina
antara tahun 1969-1972.
Narator : Salah satu yang
menonjol dalam investigasi yang dilakukan oleh Harian Indonesia Raya adalah
kasusu korupsi Pertamina pada tahun 1969, yang melibatkan direktur Pertamina
Ibnu Sutowo. Korupsi itu hampir membuat bangkrut pertamina. Sementara di sisi
yang lain, rekening pribadi Ibnu Sutowo mencapai Rp90 Miliyar.
Editor
: Liputan Investigasi pada Masa
dan Pasca-Orde Baru (1997-Kini).
Harian
Sinar Harapan melakukan investigasi soal korupsi
dana-dana non budgeter dan APBN pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Akibat
laporannya Harian Sinar Harapan dibredel tahun 1986.
Editor : Gambaran tentang kerasnya perlakuan penguasa
terhadap pers yang melakukan peliputan investigasi juga dituturkan oleh mantan
wartawan Harian Sinar Harapan, Aristides Katoppo.
Aristides
Katoppo ( Pemimpin Redaksi Sinar Harapan) :
Sebenarnya dari awal tahun 61 yang
pertama kali terbit dan kemudian dibredel tahun 1986, pada tahun 2001 kita
terbit lagi. Masalahnya kalau sekarang lumayan disomasi secara hukum. Dulu kita
diculik oleh Intel, pernah saya di kantor dijemput, katanya dari...dan ternyata
saya diculik.
Sebenarnya, yang paling sensitif
waktu itu justru yang disebut yang non budgeter, karena waktu kita memberitakan
ini adalah yang masuk anggaran. Mestinya semua pemasukan terekam disitu. Jadi,
pada suatu ketika saya mewawancari Hatta mengatakan “ kalau dari setiap 4
dollar, 1 dari 2 dollar itu tidak masuk budget Negara, tapi itu diperuntukan
untuk cendana dan waktu itu militer mendanai kekuasaan Golkar dan sebagainya”.
Nah, itu tidak ada di budget Negara baiaya operasi Golkar atau operasi Militer.
Editor : Bondan Winarno, membongkar skenario
penipuan Michahel de Guzman pada kasus tambang emas palsu Bre-X di Busang,
Kalimantan Timur.
Pada
tahun 1997 hasil investigasi itu diterbitkan dalam bentuk buku : Bre-X,
Sebungkah Emas di Kaki Pelangi.
Narator
: Bondan Winarno mantan wartawan senior yang pernah bekerja sebagai
jurnalis di majalah Soa dan penulis kolom dibeberapa media bercerita mengenai
upayanya tentang melakukan peliputan investigasi saat membongkar skandal
tambang emas palsu di Busang, Kalimantan Timur. Uniknya, ketika melakukan
peliputan investigasi ini, Bondan sudah tidak lagi menjadi wartawan tapi
pengusaha.
Bondan
Winarno (Jurnalis) :
Dulunya karena ada satu isu yang
menurut saya sangat tidak masuk akal tapi dipercaya orang yaitu, ketika ada
berita si Michael de Guzman loncat dari helikopter, terjun yang artinya bunuh
diri. Menurut saya itu sangat tidak masuk akal karena satu, saya sangat menduga
Michael de Guzman itu sudah menikmati banyak atau sudah kaya dari kasus Bre-X.
“masa sudah kaya gitu hanya lompat”, tutur Bondan.
Nah, kemudian saya kembangkan dan
pada hari ketiga ada berita bahwa mayatnya ditemukan dan ada fotonya. Saya
pikir ini bukan foto mayat yang jatuh dari 800 kaki dan tidak mungkin seperti
ini dan pasti sudah hancur. Dari situ, saya langsung berpikir, ini sudah pasti
kematian yang dipalsukan. Pada waktu itu, kemarahan saya ada dua yang pertama,
bangsa Indonesia dipermalukan tapi tidak merasa malu, karena kita dibohongin
oleh geologis itu. Kita masyarakat indonesia diam saja, bahkan beberapa pejabat
kita ikut-ikut dan disangka benar-benar adanya emas dan goblok sekali. Kedua,
yang menyidihkan ratusan ribu guru di Kanada yang dana pensiunnya hilang,
lenyap karena dipakai untuk membeli sahan Bre-X. Saya pilu, karena ini masalah
kmanusiaan dan harus membongkar supaya tidak lagi kejadian seperti ini.
Indonesia diperalat untuk kriminal internasional ini.
Narator : Karya Bondan yang dibukukan dengan judul
Sebungkah Emas di Kaki Pelangi itu, membuat detail bagaimana investigasi itu ia
lakukan.
Bondan Winarno :
semua
kliping surat kabar dan majalah karena harus mengetahui masalahnya, terus
selebihnya harus saya lakukan dengan cara cepat. Selebihnya saya langsung pergi
ke Busang dua kali, dan saya sudah disitu tapi tidak bisa ketemu. Saya
mengetahui orangnya ada disitu tapi tidak bisa ketemu. Saya mengamati suasana,
dan itu saya pergi ke kuburannya Michael de Guzman. Lalu, kalu ini baru tujuh
hari dikubir tapi tidak diziarahi, berarti bahwa jenzah itu memang bukan
jenazah Michael de Guzman. Dan kemudian ada telpon masuk dan mengatakan bahwa
Michael de Guzman menggunakan gigi palsu diatas. Dan kemudian saya beritahukan
kepada National Biro Of Investigatin (FBI) di Philifina. Kemudian di cek ke
keluarga dan dituntut sampai sekarang minta gigi palsunya. Setelah buku itu
terbit, sya akan dituntu oleh Ide Bagus Sugiana, mantan Menteri Pertambangan.
Sebetulnya tuntunannya kepada saya adalah mencmarkan nama baik.
Editor : Liputan Investigasi pada Masa dan pasca-Orde
Baru (1997 – Kini).
Dwi-mingguan
Tajuk pada 1996 memposisikan dirinya sebagai Majalah Berita, Investigasi
dan Entertaiment.
Majalah
Editor menetapkan rubrik Investigasi pada 1992 sebagai salah satu
andalan repoertasenya.
Panji Masyarakat menyebut dirinya
sebagai majalah investigasi. Salah satu karya mereka yang terkenal
adalah dimuatnya isi rekaman pembicaraan telepon antara Jaksa Agung Andi M.
Ghalib dengan Presiden B.J. Habibie.
Majalah Tempo menyediakan rubrik Investigasi
sejak terbit kembali (6 oktoober 1998). Laporan pertama tentang perempuan
keturunan Tionghoa yang menjadi korban perkosaan pada kerusuhan Mei 1998. Sejak
saat itu secara konsisten Tempo memproduksi laporan investigasi seperti skandal
pajak Asian Agri (2007).
Narator : Di zaman orde baru,
wajah keras pemerintah memang kerap dimunculkan kepada pers yang mencoba kritis
terhadap jalannya pemertintahan. Departemen penerangan adalah momok yang
menakutkan itu, ambil saja contohnya sejak tahun 1983 hinnga 1994 saja tercatat
13 media yang ditutup oleh departemen yang dikomandani Harmoko yang tak lain
juga bekas wartawan zaman orde lama, diantaranya:
1. Kompas 7. Prioritas
2. Merdeka 8. Monitor
3. Sinar
Harapan 9.
Tabloid Detik
4.
Pelita 10.
Majalah Editor
5. The
Indonesia Times 11. Dll.
6. Majalah
Mingguan Tempo
Subrata ( Mantan Dirjen Departemen
penerangan) :
Bahwa
langkah penertiban ini terpaksa diambil dalam rangka pembinaan dan pengembangan
pers nasional yang sehat, bebas dan bertanggung jawab berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 dan demi kepentingan terbinanya stabilitas nasional di Negara Republik
Indonesia ini.
Harmoko (Mantan menteri Penerangan) :
Saya sendiri yang mengkaji, tapi begitu
rapat program dan lapor ke pmentri program Bapak Susilo yang sudah meninggal
dan mengatakan ditutup aja karena memang peraturan begitu. Sekarang tidak ada
lagi peraturan yang begitu.
Narator : Diakhir 19-an
hingga diawal tahun 2000, hadir nama Dadi Sumaatmadja yang tercatat sebagai
jurnalis tangguh yang bergelut dengan dunia peliputan teleksandi. Sebelum
dikenal sebagai penulis buku Menelisik Lorong Gelap. Sosok pekerja keras yang
satu ini adalah mantan jurnalis editor dan orang yang membangun desk khusus
investigasi di majalah Mingguan Tajuk. Saat bekerja di majalah editor Dadi
Sumaatmadja pernah membongkar kasus Kapal Judi Royal Fesifik yang berlabuh di
Tanjung Priuk.
Dadi Sumaatmadja ( Manager News Gathering ) :
Akhirnya
kita putuskan masuk dan mengangkat ini menjadi sebuah topik investigasi. Kenapa
ini menarik?. Karena menurut kita ini pasti melibatkan orang-orang besar.
Karena di zaman Soeharto dulu semuanya serba refresif. Artinya, kalau misalnya
jarum jatuh pun,di era itu disisi aparatnya, dan memutuskan untuk masuk ke
sana.
Dan
persoalan ketika itu, kita tidak mengerti cara main judi yang namanya Black
Jade, Bakarat, terus yang namanya Rolet. Akhirnya, kita panggil pejudi,
mengajak ngobrol dan masuk sebuah kapal judi yang namanya Royak Fasisik dan
sebagainya. Akhirnya mengajari kita, dan mulai diajarain Black Jade, Bakarat,
Rolet itu seperti apa mainnya dan sebagainya.
Narator : Dadi yang sejak awal tahun 2000-an bergabung
dengan telivisi berita Metro TV, juga di daulat untuk menggagah sebuah tayangan
investigasi dilayar kaca yang diberi nama Metro Realitas.
Dadi Sumaatmadja :
Ini
menarik, jadi karena ini memang asing. Ketika itu kita msuk kesini dan
benar-benar asing, karena brodcast tentang incestigasi jugabelum ada. Sementara
Metro TV tiba-tiba mengeluarkan investigasi di brodcast. Persoalannya apakah
benar seperti itu, awalnya kita lakukan itu. Tetapi belakangan setelah kita
menggeluti dan ternyata salah dan akhirnya kita lepas dari sisi itu, kita
benar-benar murni investigasi brodcast.
Narator : Kondisi telah berubah,
kini media telah memperoleh kebebasannya. Namun, bukan berarti peliputan investigasi
serta merta meramaikan media-media kita.
Atmakusuma Astraatmadja:
Oleh
karena itu saya melihat sekarang, sangat sedikit media pers cetak yang
melakukan Investigatif Reporting, hanya ada beberapa, hanya ada satu dua. Persyaratan
yang berat baik dari segi biaya maupun dari segi tenaga kerja.
Bondan Winarno:
Banyak
hal kecil yang bisa diinvestigasikan menjadi peristiwa yang menarik seperti,
makanan bakso yang sudah terpopuler yang ternyata kandungan gulanya banyak
banget, dan apakah baik untuk kesehatan kita?, tidak bagus ternyata. Misalnya gula dengan
rekomendidit lawesnya sekian, ternyata kalu kamu makan tiga biji bakso begini
sudah melewati jatah kamu sehari gulanya.
Aristides Katoppo :
Tentu
kita syukuri bahwa sekarang ada kebebasan, bahkan diatas kertas juga dijamin di
dalam UU. Tetapi, sekarang mungkin dari pihak penguasa secara kasar tidak
begitu parah lagi.
Dadi Sumaatmadja :
Kuncinya
hanya satu, ketika mereka peduli kepada publik, ketika mereka tergunggah dengan
kepentingan masyarakat, pada saat itulah mereka melakukan itu.
BAB I
PENDAHULUAN
Secara umum, investigasi bisa
diartikan sebagai upaya pencarian dan pengumpulan data, informasi dan temuan
lainnya untuk mengetahui kebenaran atau bahkan kesalahan sebuah fakta.
Melakukan kegiatan investigatif sebenarnya jauh dari sekedar mengumpulkan
ribuan data atau temuan di lapangan, kemudian menyusun berbagai informasi yang
berakhir dengan kesimpulan atas rangkaian temuan dan susunan kejadian. Jadi
secara garis besar, jurnalisme investigatif adalah sebuah metode peliputan
untuk mengetahui kebenaran suatu kasus atau peristiwa.
Jurnalisme investigasi merupakan
salah satu bagian penting dalam dunia keilmuan jurnalistik. Jurnalisme
investigasi tidak hanya sekedar meliput, mencatat jawaban 5W+1H kemudian
merekamnya dan membuatnya menjadi berita. Wartawan yang menggeluti dunia
investigasi harus bisa mencari data dan fakta yang lebih mendalam yang
berhubungan dengan kasus yang sedang digelutinya. Mulai dari data dan fakta
yang tampak di hadapan publik hingga data dan fakta yang belum terungkap di
depan publik.
Pasca
kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, seluruh masyarakat Indonesia terkena
inforia memepertahankan kemerdekaan, tak terkecuali media dan pers di
Indonesia. Mantan deraktur dan pelaksanaan Harian Indonesia Raya, Atmakusuma
Astraatmadja menjadi saksi bagaimana media-media yang berdiri di Republik ini
bersikap kritis baik terhadap kekuatan asing yang mengancam kemerdekaan maupun
terhadap jalannya pemerintahan yang baru berusia muda.
Menurut Atmakusuma
Astraatmadja lebih banyak media pers pada masa orde lama dulu pada tahun-tahun
awal kemerdekaan mulai tahun 1945 sampai hampir kurang lebih pertengahan tahun
1950-an yang melakukan Investigatif Reporting. Karya-karya pers indonesia kala
itu, baik berupa laporan investigasi maupun laporan mendalam atau Indept
Reporting, tak jarang berbuat tekanan dari penguas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Analisa Sejarah Jurnalisme Investigasi di
Indonesia
Bisa
dikatakan pada awal kemunculannya, jurnalisme investigasi memakai bentuk
perlawanan terhadap kebijakan penguasa. Baru pada awal abad 20 jurnalisme
investigasi menegaskan wujudnya di dalam liputan-liputan yang terorganisir
ketika melaporkan berbagai pelanggaran yang terjadi.
Pasca
kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, seluruh masyarakat Indonesia terkena
inforia mempertahankan kemerdekaan, tak terkecuali media dan pers di Indonesia.
wartawan Indonesia mengambil alih percetakan-percetakan asing dan mulai
menerbitkan surat kabarnya sendiri.
Harian
Indonesia Raya (1949-1958 dan 1968-1974) bisa dikatakan tipikal awal penerbitan
pers yang mengarahkan liputannya ke dalam bentuk investigasi. Pada periode
pertama penerbitan (1949-1958), harian ini memiliki visi investigatif untuk
melawan kekuasaan yang dianggap bertanggung jawab atas semua keburukan yang
terdapat dalam masyarakat. Sedangkan pada periode kedua (1968-1974) harian ini
menyoroti kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan dalam perspektif
peristiwa kemasyarakatan.
Liputan
Investigasi pada Masa Orde Lama (1950-1965)
Salah
satu karya investigasi yang terkenal adalah mengenai kasus korupsi di Pertamina
antara tahun 1969-1972 yang melibatkan direktur pertamina Ibnu Sutowo. Korupsi
itu hampir membuat bangkrut pertamina, sementara di sisi yang lain, harian
Indonesia Raya memberitakan rekening pribadi Ibnu Sutowo mencapai Rp 90,48 M. Mohtar
Lubis lewat harian Indonesia Raya berusaha menguliti dan membongkar kasus
korupsi di pertamina yang dilakukan Ibnu Sutowo. Di eranya, Ibnu Sutowo yang
menjabat sebagai Dirut pertamina seperti orang kebal hukum. Meski diberitakan
habis-habisan, Ibnu tidak pernah diperiksa atas sederet kasus korupsi bahkan
hingga menyeret kebangkrutan pertamina.
Harian
Indonesia Raya keras menulis tentang dugaan korupsi
yang dilakukan Direktur Utama Ibnu Sutowo. Bahkan koran yang dipimpin Mochtar Lubis
itu malah berharap dituntut Ibnu Sutowo ke pengadilan. Dengan begitu Indonesia
Raya bisa membeberkan bukti-bukti yang mereka punya. Mochtar Lubis juga pernah
menemui Jaksa Agung Ali Said. Dia membawa data-data korupsi Pertamina dua kopor
penuh. Tapi tidak pernah ditindaklanjuti.
Presiden
Soeharto turun tangan dan akhirnya memecat Ibnu Sutowo. Tapi Soeharto tak pernah menyeret Ibnu Sutowo ke pengadilan hingga akhir hayatnya.
Muchtar Lubis seorang penerbit dan pemimpin redaksi Harian Indonesia Raya sudah
dalam tahanan. Kadang-kadang Muchtar Lubis mengalami tahanan kota, tahanan
rumah, atau tahanan di dalam penjara baik di Jakarta atau juga pernah
dipenjarakan di Madiun. Pada masa orde lama lebih dari 10 media dibredel,
diantaranya:
f. Harian
Umum Indonesia raya, adalah koran pertama yang melakukan peliputan investifgasi
yang terbit pertama kali pada tahun 1949.
g. Harian
Merdeka, sebuah surat kabar yang terbit di Semarang, Jawa Tengah pada 11 febuari 1950 oleh H. Hetami.
h. Harian
Berita Indonesia, adalah surat kabar berbahasa mandarin pertama kali di
Indonesia yang terbit pada 12 september 1966.
i. Harian
Waspada-Medan, didirikan oleh M.Said dan Ani Idrus pada 11 januari 1947.
j. Panji
Masyarakat, adalah majalah berorientasi Islam yang didirikan oleh KH Faqih
Usman dkk pada 15 juni 1959.
k. Soeara
Moeda, majalah bahasa Indonesia-Belanda yang terbit pada febuari 1941.
l. Soeara
Rakjat
m. Patriot,
yaitu media komunikasi tentara nasional Indonesia yang dibuat untuk
mempublikasikan kegiatan tentara.
n. Soeara
Iboekota
o. Bintang
timur, adalah koran bernahasa Melayu yang terbit di Surabaya pada 1862.
Liputan Investigasi pada Masa dan
Pasca-Orde Baru (1997-Kini)
Pers pada masa orde baru dimulai ketika pemerintahan
Presiden Soeharto. Dari sistem demokrasi terpimpin pemerintahan Soekarno,
Presiden Soeharto membawa Indonesia kepada sistem demokrasi pancasila. Pers
Indonesia disebut sebagai pers pancasila, yaitu pers yang orientasi, sikap, dan
tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Harian Sinar Harapan melakukan investigasi soal
korupsi dana-dana non Budgeter dan APBN pada masa pemerintahan Presiden
Soeharto. Akibat laporannya ini Harian Sinar Harapan dibredel pada tahun 1986.
Harian Sinar Harapan terbit pada awal tahun 1961 dan
di bredel pada tahun 1986. Tahun 2001 harian sinar harapan terbit lagi.
Aristides Katoppo mantan wartawan harian sinar harapan juga pernah diculik.
Pada masa ini, Bondan Winarno seorang mantan wartawan
senior yang pernah bekerja sebagai jurnalis di majalah Soa dan penulis kolom
dibeberapa media melakukan investigasi dengan membongkar skenario penipuan
Michael de Guzman pada kasus tambang emas palsu Bre-X di Busang, Kalimantan
Timur. Guzman adalah penipu yang memberi kesan bahwa perusahaannya menambang
banyak emas dan sukses membuat para investor mengguyur perusahaannya dengan
dana segar. Pada tahun 1997 hasil investigasi itu diterbitkan dalam bentuk
buku: “Bre-X, Sebongkah Emas di Kaki Pelangi”.
Karya Bondan yang dibukukan dengan judul “Sebongkah
Emas di Kaki Pelangi” itu, membuat detail bagaimana investigasi itu ia lakukan.
Rute investigasi yang dilakukan adalah menyelidiki dari Jakarta ke Busang,
Filiphina, kanada. Setelah buku itu terbit, Bondan dituntut oleh mantan menteri
pertambangan atas pencemaran nama baik.
Di zaman orde baru, wajah keras pemerintah memang
kerap dimunculkan kepada pers yang mencoba kritis terhadap jalannya pemerintahan.
sejak tahun 1983-1994 saja tercatat 13 media yang ditutup oleh departemen yang
dikomandani Harmoko.
Diakhir 90-an hingga diawal tahun 2000 hadir
nama Dadi Sumaatmadja yang tercatat sebagai jurnalis tangguh yang bergelut
dengan dunia peliputan teleksandi. Sebelum dikenal sebagai penulis buku
“Menelisik Lorong Gelap”, ia adalah mantan jurnalis editor dan orang yang membangun
desk khusus investigasi di majalah Mingguan Tajuk. Saat bekerja di majalah
editor Dadi Sumaatmadja pernah membongkar kasus Kapal Judi Royal Pasific yang
berlabuh di Tanjung Priuk. Dadi tidak hanya membekali diri dengan pengetahuan
tentang tatacara perjudian, tetapi juga menulis kolom pekerjaan di paspornya
menjadi enterpreuner.
Sesuai dengan
perkembangan zaman, kini media telah memperoleh kebebasannya dan dijamin oleh
UU tentang media. Namun, bukan berarti liputan investigasi serta merta
meramaikan media di Indonesia. Menurut Atmakusuma Astraatmadja, sangat sedikit
media cetak di Indonesia yang melakukan Investigatif Reporting, hanya ada
beberapa media yang melakukannya. Karena persyaratan yang berat baik dari segi
biaya maupun dari segi tenaga kerja.
Dapat disimpulkan dari
analisa di atas, bahwa sejarah Jurnalisme Investigasi Indonesia dari orde lama
ke orde baru memiliki bnayak rintangan dalam melakukan pemberitaan. Apalagi
pada masa itu media tidak mempunyai kebebasan dalam memberitakan suatu peristiwa
yang terjadi kepada masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan pemerintah. Pada
saat melakukan investigasi secara mendalam dan wartawan mencoba menyampaikan
informasi kepada masyarakat. Banyak yang menjadi masalah atau tantangan yang
harus dihadapi ketika ingin menyampaikan didepan masyarakat luas. Banyak media
yang dibredel oleh pemerintah baik pada masa orde lama maupun orde baru. Pada
masa itu, segala aktivitas dan pemberitaan yang dilakukan oleh pers harus
melalui sensor. Bahkan setiap pers harus memperoleh SIT atau Surat Izin Terbit
dari pemerintah.
Di dalam film dokumenter
ini media yang pertama kali berdiri di indonesia adalah media “ Harian Indonesa
Raya”. Disamping itu, hingga sekarang hanya beberapa media di Indonesia yang
melakukan Investigasi, Karena persyaratan yang berat baik dari segi biaya
maupun dari segi tenaga kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Dhandy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi: trik
dan pengalaman para wartawan Indonesia membuat liputan investigasi di media
cetak, radio, dan televisi, Bandung: Kaifa, 2010.
http/ Public/Documents/Sejarah Pers Di
Indonesia ~ LPM Mercusuar UNAIR.htm
http/Users/Public/Documents/Wellcome To Arziqi's
Blog Jurnalisme Investigasi Di
Indonesia.htm.
terimakasih atas ilmunya.
ReplyDeleteya sama2, semoga bermanfaat
ReplyDelete