TAKTIK PORTUGIS DAN BERSETERUNYA DUA KERAJAAN BESAR ISLAM DI ACEH
TAKTIK
PORTUGIS DAN BERSETERUNYA DUA KERAJAAN BESAR ISLAM DI ACEH
Oleh
Junaidi[1]
Abstrak
Tulisan ini
berangkat dari berseterunya dua kerajaan besar Islam di Aceh, yaitu kerajaan
Islam Aceh Darussalam dan Kerajaan Islam Samudera Pasai. Keduanya harus
berperang dan berseteru lantaran karena arus politik asing yang masuk
ditengah-tengah kedamaian kedua kerajaan ini, yaitu Pengaruh politik dan taktik
dari pedagang Portugis. Sehingga membuat kerajaan di bagian barat Sumatera geram
dan marah besar dan memerangi taktik Portugis dan Samudera Pasai. Entah apa
yang membuat kerajaan Samudera Pasai diperangi.yang jelas kemarahan Aceh
Darussalam disebabkan kedekatan Portugis dengan Kerajaan Samudera Pasai dan
Portugis ingin menguasai wilayah Aceh.disinilah puncak kemarahan Aceh
Darussalam terlebih dengan kekuatan baru dan besar dan akhirnya memerangi
Samudera Pasai. Kerajaan Aceh Darussalam menang telas atas permelawan dengan Samudera
Pasai. Dari perseteruan ini, Samudera Pasai harus tunduk di bawah kerajaan
Islam Aceh pada abad ke-16. Kerajaan Aceh memadukan seluruh kerajaan-kerajaan
Islam di Aceh dan menjadi kerajaan terbesar ketiga di Asia Tenggara setelah
Samudera Pasai. Perjalanan roda pemerintahan kerajaan Aceh Darussalam
diperkirakan kurang lebih selama 5 abad lebih dan berakhir pada Sultan Muhammad
Daud Syah tahun 1939 M.
Kata kunci: Islam, Kerajaan Aceh, Kerajaan Samudera
Pasai, Portugis.
A. Pendahuluan
Tersebarnya Islam di luar jazirah
Arab diperkirakan pada abad pertama hijriah, yaitu pada abad ke-7 M[2]
sebelum menjelang wafatnya baginda Nabi besar Muhammad Saw. Demikian dengan hadirnya
Islam di Nusantara diperkirakan pada abad ke-7 M di perkirakan pada abad
pertama Hijriah,[3]
yaitu di Perlak, Aceh.
Pertumbuhan Islam di Aceh, Perlak
merupakan salah satu kerajaan terbesar di Nusantara kala itu dengan kemegahan
dan kemajuan yang dimiliki oleh Kerajaan Islam Perlak sehingga dilakukan
perluasan wilayah Islam hingga banyak melahirkan kerajaan-kerajaan Islam dibumi
Sumatera, seperti kerajaan Islam Lingga di Tanah Gayo,[4] kerajaan
Basman (Peusangan), Kerajaan Samara (Samudera Pasai), Dagroian (Pidie), Lambri
(Lamuri), Fansur (Barus)[5]
dan Kerajaan Aceh Darussalam abad 16 M, serta kerajaan-kerajaan Islam kecil lainnya di
Sumatera.
Lahirnya kerajaan-kerajaan Islam di
Aceh dengan berbeda-beda abad, ternyata lahirlah dua kerajaan besar lainnya di
Aceh itu yaitu Kerajaan Islam Samudera Pasai dan Kerajaan Islam Aceh
Darussalam. Pada abad ke-13 Masehi, Samudera Pasai menjadi kerajaan terbesar di
Asia Tenggara diatas ambang kemegahan Budaya Islam, ekonomi, Politik, dan
Perdagangan dan lain sebagainya. Kemegahan ini juga menjadi trending besar kala
itu dengan menjalin komunikasi dan hubungan dengan dinasti Abbasyiah[6]
sehingga membuat kerajaan ini menjadi tercatat dengan kemajuan dan kejayaan
yang dimilikinya hingga awal abad 16 M (tiga abad lebih).
Demikian pula dengan Kerajaan Aceh
Darussalam yang bangkit dan maju pada abad ke-16 M dibawah pimpinan Sultan
Alaidin Johansyah atau lebih dikenal dengan Ali Mughayat Syah. Dalam bukunya
Baquni Hasbi, dengan judul buku Relasi Kerajaan Aceh Darussalam dan Kerajaan
Utsmani disebutkan bahwa kerajaan Aceh Darussalam menjadi besar dikarenakan
tumbuhnya kekuatan baru nan besar hingga ditakuti oleh penjajah dari Eropa.
Kekuatan ini dibangun dengan kerajaan Ustmani membuat kerajaan ini menjadi
besar hingga pada abad 19 M. tidak hanya itu, ekonomi, Budaya Islam, Politik,
dan Perdagangan menjadi Bandar terbesar ketiga setelah Perlak, Samudera Pasai
di Asia Tenggara.
Seiring berjalannya waktu, ternyata
pada perjalanan selanjutnya,yaitu pada awal abad ke-16 M, dua kerajaan besar
ini harus melakukan pertempuran besar-besaran. Seharusnya kedua kerajaan Islam
yang besar ini sejatinya menjalin dan mengembangkan Islam di Aceh jauh lebih
besar dan megah lagi, tetapi kemudian keduanya terjadi perselisihan dan perseteruan.
Perseteruan ini kemudian membuat kedua kerajaan ini harus berperang untuk
menumpahkan segala permasalahan tersebut. Ternyata, peperangan ini terjadi
tidak lain lantaran karena ada kaitannya dengan
ulah dan taktik politik dari penjajah Eropa yaitu Portugis.
Portugis mencoba merayu pemangku Samudera
Pasai Sultan Zainal Abidin untuk bekerjasama dan mencari dukungan dari kerajaan
Portugis untuk menyelesaikan sengketa dengan saudaranya[7]
rayuan tersebut berhasil dan Portugis diizinkan membangun suatu gedung atau
kantor Perdagangan sebagai balas budi kerajaan. Dari pokok Pembahasan ini, yang
kemudian setidaknya menimbulkan serta melahirkan dua pertanyaan yaitu, mengapa terjadinya
perseteruan antara Kerajaan Islam Samudera Pasai dengan Kerajaan Islam Aceh?
Kemudian, bagaimana sebenarnya taktik dari penjajah Eropa yaitu Portugis,
sehingga membuat kerajaan ini terpancing untuk berperang?
B. Perseteruan Kerajaan Samudera Pasai
Dengan Kerajaan Aceh
Kerajaan
Samudera Pasai yang diperkirakan berdiri jauh sebelum abad ke 13 M dengan Sultan pertamanya adalah Sultan Malik al-Saleh
atau Muerah Silu. Pada tahun 1292 M
atau pada abad ke-13, kemajuan yang dialami cukup berkembang dan luar biasa
hingga sukses serta berjaya sampai abad ke-16. Kemajuan
tersebut meliputi ekonomi,
budaya Islam, politik,[8] dan secara ekonomi Aceh mendapatkan
keuntungan secara ekonomi karena jumlah pedagang yang semakin meningkat dan
tidak pernah sepi dari para pedagang yang menjual komoditi dagang seperti kain
kapas, sutera, linen, lukisan, minyak, mentega, tembakau, candu, peralatan
besi, lada hitam dan emas.[9]
Terjandinya kemajuan yang pesat juga
barang kali karena adanya hubungan yang kuat dengan kerajaan lainnya. Hal ini dalam beberapa catatan sejarah, pengaruh
besarnya kerajaan Islam Samudera Pasai ini juga dipengaruhi atas kerjasama yang
langgeng dengan dengan Dinasti Abbasyiah.[10]
Namun
sayang, kejayaan dan peradaban kerajaan islam terbesar kedua di Asia Tenggara
itu tidak berlangsung lama. Setelah Pemangku kerajaan selanjutnya dipegang oleh
Sultan Zainal Abidin tahun 1520 M, kerajaan ini mengalami perselisihan dan
perseteruan dengan kerajaan Islam yang baru bangkit dengan kekuatan perangnya
yang kuat nan besar. Kerajaan tersebut hadir dari wilayah Paling Barat Sumatera
yaitu kerajaan Islam Aceh yang dipimpin langsung oleh Sultan Ali Mughayatsyah.
Menurut
hemat penulis, pertempuran kedua kerajaan ini terjadi karena ulah politik asing
yang mencoba membenturkan kerajaan Samudera Pasai dengan Kerajaan Aceh atas dasar
ingin menguasai wilayah kerajaan Aceh Darussalam pada bagain barat. Politik
asing yang dilakukan oleh penjajah Eropa Portugis membuat kerajaan Islam
Samudera Pasai lemah, karena dikhianati oleh Portugis. Kenapa lemah dan
dikhianati, awalnya karena terjadi persengketaan antara Sultan Zainal Abidin
dengan saudaranya (belum diketahui saudara mana). Sultan Zainal Abidin
bersengketa dengan saudaranya lantaran mengadu domba menerapkan politik Devide et empra atau pecah belah. Nah, untuk menyelesaikan
persengketaan tersebut, Portugis membujuk Sultan Zainal Abidin untuk
bekerjasama dengan kerajaan Portugis untuk menyelesaikan masalahnya itu, karena
portugis ingin menguasai wilayah Aceh, khususnya Samudera Pasai. Lantaran
karena sudah selesai dan Zainal Abidin memberikan hak untuk mendirikan kantor
perdagangan diwilayah Samudera Pasai sebagai balas jasa, bahkan akan melengkapi
kantor tersebut dengan kekuatan senjata.
Atas
izinnya ini, tapi kemudian pada tahapan selanjutnya Portugis mengkhianati
Sultan Zainal Abidin, dikarenakan Portugis ingin menguasai wilayah Sumatera
karena memiliki hasil alam yang sangat melimpah[11] yang kemudian menggantinya dengan orang lain. Hal ini
juga dilakukan terhadap kerajaan Pedir. Menurut penulis tujuaannya agar dari
hari kehari dapat menguasai wilayah ekonomi dan perdagangan. Pedir yang juga
dikhianati oleh Portugis dan mengambil kekuasaan wilayah Kerajaan Islam Aceh,
maka bangkitlah kerajaan Aceh untuk memerangi ulah Politik Portugis. Karena
sudah terjadinya kerjasama, secara otomatis kedua kerajaan ini tunduk terhadap
Portugis dan Portugispun secara mudah untuk menyerang dan merebut kekuasaan
wilayah lainnya, salah satunya wilayah kerajaan Aceh.
Namun
karena Ali Mughayatsyah seorang yang cerdas, sehingga bangkitlah kekuatan besar
perang yang melawan Pedir dan setelah itu memerangi Samudera Pasai. Pertempuran
inipun terjadi dan Portugispun kalah, dan tentunya Samudera Pasai juga harus
tunduk dibawah kerajaan Islam Aceh. Atas kejadiannya ini, Samudera Pasai
dipegang kendali langsung oleh Kerajaan Aceh dan Portugispun di usir dari
Samudera Pasai. Disisi lain karena kekuasaan telah berada dibawah kerajaan
Islam Aceh, maka dibentuklah suatu perjanjian bahwa Samudera Pasai tunduk
dibawah Kerajaan Aceh Darussalam dan menjalin kesepakatan dan perjanjian untuk
bekerjasama dalam mengembangkan Islam di Aceh.
Sejak
berakhirnya peperangan itu yang kemudian dimenangkan kerajaan Islam Aceh, kerajaan
Portugispun terus menjadi musuh bebuyut oleh kerajaan Islam Aceh dari abad 16 M
hingga awal abad 19 M, kerajaan inipun sangat ditakuti oleh
penjajah dari Eropa tersebut bahkan juga ditakuti Belanda.[12]Andaikan
Portugis tidak melakukan
tujuan penghianatan terhadap Sultan Zainal Abidin yang kemudian memecahkan dan
membenturkan dengan kerajaan Aceh, tentu tidak akan terjadi hal demikian, akan tetapi
betapa khidmatnya perjalanan islam oleh kedua kerajaan terbesar di Nusantara.
C. Taktik Portugis Devide Et Empra
Berawal dari pertumbuhan ekonomi
serta kesuburan tanah dan hasil alam melimpah yang terdapat dialam wilayah Samudera
Pasai membuat wilayah ini bertumbuh besar hingga mendunia. Atas pertumbuhan ini
sehingga mampu membuat pedagang asing pada jalur dagangan dipelabuhan ini selalu
ramai dan tidak pernah sepi dari pedagang asing yang berminat untuk melakukan
perdagangan.
Betapa tidak, Samudera Pasai
sebagai kerajaan Islam terbesar di Asia Tenggara ini berhasil menarik perhatian
para pedagang lewat pelabuhan dengan mendagangkan lada hitam, emas, peralatan
besi, tembakau, minyak, candu, mentega, lukisan, linen, sutera, dan berbagai
kain kapas[13]
dan secara ekonomi juga meningkatkan hasil pendapatan kerajaan Samudera Pasai.
Melihat perdagangan ini selalu
ramai dan rajinnya para pedagang asing melakukan akad dagang diwilayah Samudera
Pasai ini, membuat penajajah dari Eropa, Portugis tergiur dengan hasil alamnya
yang melimpah ruah. Inilah awalnya membuat kerajaan penjajah Portugis juga ikut
melakukan perdagangan diwilayah ini. Usut punya usut, atas melimpahnya hasil
alam kerajaan ini membuat Portugis melahirkan niat buruk hingga melakukan suatu
strategis demi ingin menguasai wilayah ini.
Menurut penulis, atas dasar inilah
awalnya penjajah Portugis melakukan penguasaan wilayah dan bahkan membenturkan
dua kerajaan besar Islam di Aceh perang saudara yaitu kerajaan Islam Aceh
dengan kerajaan Samudera Pasai. Adapun taktik atau politik Portugis yang
dilakukan untuk menguasai wilayah Samudera Pasai, Portugis menerapkan politik devide et empra atau perpecah belahan.
Perpecah belahan ini dilakukan
terhadap pemangku kerajaan Sultan Zainal Abidin dengan saudara Sultan di
kerajaan. Belum diketahui pasti apa sebenarnya masalah yang membuat sultan
kerajaan bersengketa dengan saudaranya sehingga portugis melakukan hal ini.
Dari beberapa cacatan buku yang penulis temui bahwa, untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut Portugis merujuk dan merayu Sultan Zainal Abidin untuk
melakukan koordinasi dan kerjasama dengan kerajaan Portugis yang kemudian untuk
menyelesaikan masalah persengketaan itu dan Zainal Abidin pun menerima tawaran
dari Portugis untuk melakukan kerjasama.
Persengketaan Sultan Zainal Abidin
dengan saudaranya itupun selesai, Zainal Abidin merasa harus berhutang budi dan
melakukan balas jasa kepada Portugis karena telah mengatur dan memberikan ide
yang bagus. Dengan demikian atas balas jasa ini, tidak tahu apa yang mau
diberikan kepada Portugis, hingga Sultan Zainal Abidin memberikan kesempatan
dan memberikan izin kepada Portugis untuk melakukan pembangunan kantor dagang
diwilayah Samudera Pasai dan bahkan diizinkan dalam kantor tersebut melengkapi
dengan kekuatan senjata Samudera Pasai atau diawasi oleh kekuatan perang
Samudera Pasai. Pada tahap selanjutnya entah apa yang terjadi sehingga membuat
Portugis melakukan pengkhiatan terhadap kerajaan Sultan Zainal Abidin dan
mengganti pasukan dengan orang lain. Orang lain yang dimaksud menurut penulis
adalah prajurit Portugis sehingga pengawasan yang dilakukan oleh petugas
Samudera Pasai tidak ada dan akhirnya mampu menguasai Samudera Pasai.
Keadaan ini mendorong Samudera
Pasai harus membuat wilayah kerajaan Aceh Darussalam marah atas tindakan
Portugis lantaran wilayah yang dikuasai mencapai wilayah kerajaan Aceh
Darussalam. Samudera Pasai pun jatuh dan tidak leluasa dalam mengamati politik
Portugis sehingga membuat Kerajaan ini jatuh. Jatuhnya kerajaan juga harus tunduk
dibawah kerajaan Aceh Darussalam karena telah menyerang dan mengusir Portugis
dan membasmi pengaruh besar Portugis di Samudera Pasai dan juga
persengkongkolan yang dilakukan keduanya.
KESIMPULAN
Petikan
yang dapat diambil dari makalah ini adalah bahwa Kerajaan samudera Pasai dan kerajaan Aceh Darussalam merupakan kerajaan yang amat
besar pengaruhnya dalam menyebarkan agama islamd dan mengembangkan budaya islam
di tanah serambi Mekah ini. Kehadirannya dapat membendung menjadi sebuah kesatuan
yang baik dalam menjunjung tinggi agama islam, hingga menjadikan semuanya mampu
menjadi jalan untuk menuju peradaban.
Meskipun
kedua kerajaan ini bertempur secara jantan, namun keduanya mampu mengambil
jalan tengah dalam membangun agama islam ditengah porak porandanya taktik
Portugis dan Belanda. Kekuatan kerajaan ini hadir dan membuat penjajah juga
menjadi takut akan kekuatan mereka hingga awal abad 19. Setelah itu, kerajaan
Aceh Darussalam pun luluh lantah karena panasnya pergerakan politik yang tidak terarah
hadir ditengah kerajaan Aceh Darussalam atas kerjaan penjajah Belanda dan
nasionalisme Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
BUKU
Muhammad
Said, Aceh Sepanjang Abad, Medan:
Waspada Medan, 1981
Amirul
Hadi, ACEH, Sejarah, Budaya dan Tradisi,
Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, 2010.
R.
Michael Feener, Patrick Daly dan Anthony, Memetakan
Masa Lalu Aceh, (Jakarta: terjemahan Pustaka Larasan, 2011), judul asli Mapping the Acehnese Past, Leiden :KITLV
Press, 2011.
Baiquni
Hasbi, Relasi Kerajaan Aceh Darussalam
dan Kerajaan Ustmani, Banda Aceh: LSAMA, 2014
Ridwan Azward, dkk, Aceh
Bumi Iskandar Muda, Banda Aceh: Pemprov Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
Yusra
Habib Abdul Gani, Aceh Tersungkur ; Sautu Analisis dan Critique Sejarah,
1901-1950, Banda Aceh: Bandar Publishing, 2018.
INTERNET
Kompas.com.
Serambinews.com.
[1] Mahasiswa Komunikasi dan
Penyiaran Islam (KPI), Program Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh 2018
[2] Muhammad Said, Aceh Sepanjang
Abad, (Medan: Waspada Medan, 1981) hal. 52
[3] Kenapa di pertengahan abad
Hijriah? Menurut penulis, tersebarnya islam diluar jazirah Arab sudah dilakukan
sebelum wafatnya baginda Rasulullah saw atau dakwah secara terang-terangan.
Said bin Abi Waqash diutus Rasulullah Saw untuk menyebarkan islam diluar
jazirah Arab, karena kondisi Mekah dan Madinah sudah aman. Dari jarak tersebut
dapat dihitung hingga beberapa tahun perjalanan dan sampai di China dan
beberapa tahun di China kemudian rombongan melanjutkan menuju Nusantara, Aceh
yaitu Perlak. diPerlak sendiri dilakukan penyebaran Agama Islam secara
langsung, akan tetapi secara perlahan.
[4] Hadirnya Islam di kerajaan
Lingga dataran tinggi Gayo sudah berlangsung pada abad ke-2 H.
[5]
Baiquni Hasbi, Relasi Kerajaan
Aceh Darussalam dan Kerajaan Utsmani,(Banda Aceh: LSMA, 2014) hal. 4.
[6] R. Michael Feener, Patrick Daly
dan Anthony, Memetakan Masa Lalu Aceh, (Jakarta:
terjemahan Pustaka Larasan, 2011), judul asli Mapping the Acehnese Past, (Leiden :KITLV Press, 2011) hal. 4-5.
[7] Baiquni Hasbi, Relasi Kerajaan Aceh Darussalam dan Kerajaan
Ustmani,…hal. 11.
[8] Amirul Hadi, ACEH, Sejarah, Budaya dan Tradisi (Jakarta: Pustaka Obor
Indonesia, 2010) hal. 15.
[9] Baiquni Hasbi,…hal.11.
[10] R. Michael Feener, Patrick Daly
dan Anthony, Memetakan Masa Lalu Aceh, (Jakarta:
terjemahan Pustaka Larasan, 2011), judul asli Mapping the Acehnese Past, (Leiden :KITLV Press, 2011) hal. 4-5.
[11]
Baiquni Hasbi, Relasi Kerajaan
Aceh Darussalam dan Kerajaan Ustmani, (Banda Aceh: LSAMA, 2014),
hal. 11.
[12] Baiquni Hasbi, Relasi
Kerajaan Aceh Darussalam dan Kerajaan
Ustmani,hal.12
Comments
Post a Comment