ASBAB AN-NUZULAL-QUR’AN
BAB I
A. Latar Belakang
Kaum muslimin umumnya meyakini bahwa
Al-Qur’an bersumber dari Allah SWT.[1]
Pengakuan Muhammad bahwa ia merupakan penerima wahyu dari Tuhan semesta alam
untuk kemudian disampaikan kepada seluruh umat manusia mendapat tantangan keras
dari orang Arab yang sezaman dengannya.[2]
Al-Qur’an sebagai firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw,
disampaikan melalui malaikat Jibril a.s secara berangsur-angsur pada malam
lailatul qadar. Malaikat Jibril datang dengan tiba-tiba dan menyeru Muhammad seraya
mengatakan “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu”.
Inilah kalimat pertama Al-Qur’an yang diwahyukan kepadanya pada saat ia
menyendiri dan melakukan perenungan disebuah gua diluar kota Makkah pada 610 M.[3]
Dia merasakan pengalaman hidup-mati
saat menerima wahyu luar biasa ini, saat
didekati oleh sesosok malaikat yang memerintahkannya; “Bacalah!” ketika ia
menjelaskan bahwa dia tidak bisa membaca, sang malaikat mendekapnya dengan kuat
dan mengulangi perintah itu sebanyak dua kali. Setelah itu, barulah malaikat
itu membacakan kepadanya dua baris ayat pertama al-Qur’an dimana konsep “Membaca”,
“Belajar /Memahami” dan “Pena” disebutkan sebanyak enam kali.
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia Yang mengajar
manusia dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al- ‘Alaq [96]: 1-5).
Namun demikian turunnya Al-Qur’an
kepermukaan bumi ini juga tidak serta merta sekaligus, melainkan
berangsur-angsur dan beragam peristiwa ayat-ayat yang diturunkan kepada
Muhammad. Tidak sebatas itu saja, masalah-masalah lain yang timbul dikalangan
sahabat menjadi perbincangan hangat, hingga akhirnya sangat penting untuk
dijelaskan maknanya menjadi lebih tepat, sehingga dapat dengan mudah dimengerti.
Berangkat dari hal tersebut, perlu untuk diketahui apa sebenarnya Asbab
An-Nujul ini. Kemudian seterusnya manfaat mengetahui Asbab An-Nuzul ini.
BAB II
MEMAHAMI ASBAB AN-NUZUL AL-QUR’AN
A.
Defenisi Al-Qur’an Dan Asbab An-Nuzul
1.
Al-Qur’an
Turunnya Al-Qur’an ke dunia ini
tentulah mempunyai alasan yang kuat. Allah STW. Menurunkannya kepada Muhammad
saw, melalui perantara malaikat Jibril a.s.yang disampaikan secara
berangsur-angsur, untuk disampaikan kepada umatnya.
Secara leksikal, kata qur’an mengandung
arti “bacaan” dan baru pada perkembangan kemudian dianggap merujuk kepada arti
“teks yang dibaca”. Al-Qur’an kerap menyebut dirinya sebagai kitab, yang secara leksikal berarti
“tulisan” dan kemudian dianggap mengandung arti “tulisan berupa buku”.[4]
Definisi itu merupakan, “Qara’a” memiliki arti mengumpulkan dan menghimpun.
Qira’ah berarti merangkai huruf-huruf dan kata-kata satu dengan lainnya dalam
satu ungkapan kata yang teratur. Al-qur’an asalnya sama dengan Qiraah yaitu
akar kata (masdar-infinitif) dari qara’a,
qira’atan wa qur’anan.[5]
Allah menjelaskan,
“Sesungguhnya
kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya. Apabila kami
telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu,”. (Q.S Al-Qiyamah: 17-18).
Ayat Al-Qur’an turun tidak
serta merta dalam 30 juz sekali turun kepada Muhammad, melainkan
berangsur-angsur. Juga sebab-sebab turunnya ayat tertentu menjadi latar
belakang dari peristiwa mengapa beberapa ayat al-Qur’an itu turun untuk
kemudian dijelaskannya tentang peristiwa tertentu. Dalam ilmu qur’an inilah
yang disebut dengan Asbab An-Nuzul, atau sebab-sebab diturunkannya ayat Al-Qur’an
ke muka bumi dan juga disertai dengan timbulnya peristiwa-peristiwa yang harus
dijelaskan, baik yang ditanyakan para sahabat, ataupun yang lainnya dimasa
rasulullah saw.
2.
Asbab An-Nuzul
Beragam dan berbagai macam pendapat
para ulama mengemukakan makna Asbab-An-nuzul dengan pemikiran yang berbeda-beda.
Dr. Shubhi al-Shalih misalnya menyatakan bahwa, sebab an-nuzul adalah sesuatu
yang oleh karenanya turun satu ayat atau beberapa ayat mengandung peristiwa itu
menjawab pertanyaan darinya atau pun menjelaskan hukum yang terjadi pada
zamannya.
Ulama Indonesia seperti Dr M. Quraisy
Syihab memperjelas perngertian Asbab An-Nuzul Al-Qur’an dengan cara memilah
peristiwanya. Dan menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan asbab nuzul al-qur’an ialah; 1). Peristiwa yang menyebabkan
turunnya ayat, dimana ayat trersebut menjelaskan pandangan Al-Quran tentang
peristiwa tadi atau mengomentarinya. 2). Peristiwa-peristiwa yang terjadi
sesudah turunnya ayat, dimana peristiwa tersebut dicakup pengertiannya atau dijelaskan
hukumnya oleh ayat tadi, dan beragam jenis pendapat lainnya.
Artinya secara substansial, mereka
sepakat bahwa yang dimaksud dnegan Asbab
An-Nuzul itu ialah sesuatu yang menjadi latar belakang turunnya suatu ayat
baik berupa peristiwa atau dalam bentuk pertanyaan yang diajukan kepada nabi.[6]
Pengdapat lainnya bahwa Asbab An-Nuzul didefenisikan sebagai “Sesuatu yang karenanya Al-Qur’an
diturunkan, sebagai penjelas terhadap apa yang terjadi, baik berupa peristiwa
ataupun pertanyaan.”[7]
Pendapat lain menyatakan bahwa Asbab An-Nuzul ialah sebuah istilah sebab.
Istilah sebab disini tidak sama pengertiannya dengan istilah “Sebab” yang
dikenal dalam hukum kausalitas. Istilah “sebab” dalam hukum kausalitas
merupakan keharusan wujudnya untuk lahirnya suatu akibat. Suatu akibat tidak
akan terjadi tanpa ada sebab terlebih dahulu. Bagi Al-Qur’an walaupun diantara
ayatnya yang turun didahului oleh sebab tertentu, tetapi sebab disini, secara
teoritis tidak mutlak adanya, walaupun secara empiris telah terjadi peristiwanya.[8]
Menurut Al-Zarkasyi sebab turunnya Al-Qur’an ada dua
kemungkinan: (1) adanya pertanyaan yang ditujukan kepada Nabi; dan (2) adanya
peristiwa tertentu yang bukan dalam bentuk pertanyaan. Kemungkinan yang
pertama, misalnya turunnya ayat 85 dari al-Isra’; dan kemungkinan yang kedua,
misalnya, turunnya, ayat 113 dari surah At-Taubah. Atas dasar turunnya dua
kemungkinan sebab turunnya Al-Qur’an tersebut, maka Al-Zarqani menyusun
defenisi (pengertian) asbab nuzul Al-Qur’an secara lengkap sebagai berikut:
(Sebab al-Nuzul ialah
sesuatu, yang turun satu ayat atau berapa ayat berbicara tentangnya (sesuatu
itu) atau menjelaskan ketentuan-ketentuan hokum yang terjadi pada waktu
terjadinya peristiwa tersebut).
B.
Persoalan Turunnya Ayat
1.
Banyak Ayat Satu Sebab
Terkadang banyak ayat yang turun,
sedang sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada masalah yang cukup penting,
karena itu banyak ayat yang turun didalam berbagai surat berkenaan dengan satu
peristiwa. Contohnya ialah apa yang diriwayatkan Said bin Manshur, Abdurrazaq, At-Tirmidzi,
Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, AthThabarani dan Al-Hakim mengatakan
shahih, dari ummu Salamah, ia berkata:
“Wahai
Rasulullah, Aku tidak mendengar Allah menyebutkan kaum perempuan sedikitpun
mengenai hijrah. Maka Allah menurunkan: ‘Maka tuhan mereka memperkenankan
permohonannya (dengan firman); sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal
orang-orang yang beramal diantara kamu , baik laki-laki atau perempuan (karena)
sebagian kamu adalah turunan sebagian yang lain…” (Ali Imran: 195).[9]
Selain hadis diatas, beberapa hadis
lainnya yang diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasa’i, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir,
Ath-Thabarani dan Ibnu Mardawaih dari Ummu Salamah mengatakan bahwa, “Aku telah
bertanya, ‘wahai Rasulullah, mengapakah kami tidak disebutkan dalam Al-Qur’an
seperti kaum laki-laki? Maka pada suatu hari aku dikejutkan dengann seruan
Rasulullah diatas mimbar. Beliau membacakan; ‘Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim…sampai akhir ayat.
(Al-Ahzab: 35)”[10]
Al-Hakim meriwayatkan dari Ummu Salamah,
ia berkata, “Kaum laki-laki berperang sedang perempuan tidak. Disamping itu
kami hanya memperoleh warisan setengah bagian disbanding laki-laki? Maka Allah
menurunkan ayat ; Dan janganlah kamu iri
hati terhadap apa yang dikaruniakan kepada sebagian kamu lebih banyak dari
sebagian yang lain; karena bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka
usahakan, dan bagi para wanita pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan
pula...’ (An-Nisa: 32) Dan ayat; Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan yang muslim..’.” ketiga ayat diatas turun karena
satu sebab.[11]
2. Ayat Lebih Dulu Turun
Daripada Hukumnya
Dalam Al-Burhan Az-Zarkasyi menulis
satu pembahasan yang berhubungan dengan Asbab an-Nuzul, dimana tajuknya
“Penurunan ayat lebih dahulu daripada hukumnya.” Ia mengemukakan contoh yang
tidak menunjukkan bahwa ayat itu diturunkan dengan lafadzh mujmal (global), yang mengandung arti lebih dari satu, kemudian
penafsirannya dihubungkan dengan salah satu arti-arti tersebut. Di dalam
Al-Burhan disebutkan, “Ketahuilah, turunnya suatu ayat itu terkadang mendahului
hukum. Misalnya ayat, ‘Sesungguhnya beruntunglah
orang yang membersihkan diri’.” (Al-A’la: 14) ayat tersebut dijadikan dalil
untuk zakat fitrah.
Dalam hadits riwayat Al-Baihaqi dari
Ibnu Umar, disebutkan bahwa ayat itu turun berkenaan dengan zakat fitrah,
kemudian secara marfu’, ia juga meriwayatkan keterangan yang sama. Sebagian
dari mereka berkata,“Aku tidak mengerti maksud pentakwilan yang seperti ini,
sebab surat itu makkiyah, sementara di makkah belum ada Hari Raya (Idul fitri)
dan zakat.”
Menurut Al-Baghawi dalam tafsirnya
menjawab, turunnya itu boleh saja mendahului hukumnya, seperti firman Allah, ‘Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini;
dan kamu (Muhammad) bertempat dikota ini. “Aku menempatinya pada siang
hari.” Demikian pula ayat yang turun di Makkah: “Golongan itu pasti dikalahkan dann akan mundur kebelakang.”
(Al-Qamar: 45) Umar Al-Khatab mengatakan, “Aku tidak mengerti golongan mana
yang akan dikalahkan itu. Namun ketika terjadi perang badar, aku melihat
rasulullah berkata, “Golongan itu pasti dikalahkan dan akan mundur ke
belakang’.
3. Beberapa Ayat Turun
Berkaitan Dengan Satu Orang
Pada masa Rasulullah, terkadang banyak sahabat
yang mengalami beberapa kali peristiwa yang membutuhkan jawaban lain terkait
peristiwa itu. Demikian Al-Qur’an turun
mengiringi setiap peristiwa. Ia banyak turun sesuai dengan banyaknya
peristiwa yang terjadi. Misalnya, Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitabnya
berjudul “Al-Adab Al-Mufrad” tentang berbakti kepada orang tua. Dari saad bin
Abi waqqash ia berkata, “Ada empat ayat Al-Qur’an turun berkenaan denganku.
Pertama; ketika ibuku bersumpah bahwa ia tidak akan makan dan minum sebelum aku
meninggalkann Muhammad, lalu Allah menurunkan ayat, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu
yang kamu tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya dan pergaulilah keduanya didunia dengan baik.” (Luqman: 15).
Kedua; ketika aku mengambil sebilah pedang dan mengaguminya, maka aku berkata
kepada rasulullah, ‘wahai rasulullah, berikanlah kepadaku pedang ini. Maka
turunlah ayat; mereka bertanya kepadamu tentang pembagian harta rampasan
perang.’ (Al-Anfal:1). Ketiga; ketika Aku sedang sakit, Rasulullah
mengunjungiku, aku bertanya kepada beliau, ‘wahai rasulullah, aku ingin
membagikan hartaku, bolehkanaku mewasiatkan separuhnya?” beliau menjawab,
“tidak boleh.’ Aku bertanya, ‘bagaimana kalau sepertiga?’ rasulullah diam. Maka
wasiat dengan sepertiga harta itu diperbolehkan. Keempat; Ketika Aku sedang
meminum khamr (minuman keras) bersama kaum Anshar, seorang dari mereka memukul
hidungku dengan rahang onta. Lalu Aku dating kepada Rasulullah, maka Allah Azza
Wajalla menurunkan larangan minum khamr.” Termasuk kedalam kategori seperti
kasus ini adalah adanya kesesuaian sikap dan cara berpikir Umar dengan wahyu.
Banyak ayta yang turun berkenaan dengan pendapatnya.
4. Korelasi Antara Ayat dengan
Ayat, Surat dengan Surat
Seperti halnya pengetahuan tentang
Asbab An-Nuzul yang mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan
ayat, maka pengetahuan mengenai kolerasi ayat dengan ayat, maka pengetahuan
mengenai kolerasi ayat dengan ayat dan surat dengan surat juga membantu dalam
menakwilkan dan memahami ayat dengan baik dan cermat. Hal juga berkaitan dengan
munasabah. Yang dimaksud dengan
munasabah disini ialah sisi-sisi korelasi antara satu kalimat dengan kalimat
lain dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat-ayat lain, atau antara satu
surat dengan surat yang lain. Hal ini berdasarkan pengetahuan dalam memahami keserasian
antar makna, mukjizat Al-Qur’an secara balaghah, kejelasan keterangannya,
keteraturan susunan kalimatnya, dan keindahan gaya bahasanya.
“Kitab
yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terinci,
diturunkan dari sisi Allah Yang Maha Bijaksana dan Mahatahu.” (Hud : 1).
Az-Zarkasyi mengatakan bahwa,
“Manfaatnya ialah menjadikan sebagian pembicaraan berkaitan dengan sebagian
lainnya, hingga hubungannya menjadi kuat, bentuk susunannya kukuh dan
bersesuaian dengan bagian-bagiannya laksana sebuah bangunan yang
unsure-unsurnya saling terkait.” Sedangkan menurut Al-Qadhi Abu Bakar Ibnul
Arabi, mengetahui sejauh mana hubungan antara ayat-ayat tertentu dengan ayat
ayat lain hingga semuanya menjadi seperti satu kata, yang maknanya serasi dan
susunannya teratur merupakan suatu ilmu yang besar.
Pengetahuan mengenai korelasi dan
hubungan antara ayat-ayat itu bukannya hal yang tauqifi (langsung ditetapkan
oleh Rasul); tetapi didasarkan pada ijtihad seorang mufasir dan penghayatannya
terhadap kemukjizatan Al-Qur’an, rahasia dibalik balagahnya, segi keterangannya
yang mandiri, dan sesuai dengan dasar-dasar bahasa dalam ilmu bahasa Arab. Jika adalah kolerasi tersebut dapat
diterima.
C. Manfaat Mengetahui Asbab
An-Nuzul
Manfaat mempelajari dan mengetahui
Asbab An-Nuzul mempunyai banyak faedah yang penting, selain cara memperdalami
ilmu Al-Qur’an, juga banyak manfaat dan hal-hal yang mendalam untuk dijadikan
sebagai rujukan mempelajari Al-Qur’an. Adapun manfaat dan faedahnya diantaranya
adalah;
1). Mengerahui hikmah pemberlakuan suatu hokum dan perhatian
syariat terhadap kemaslahatan umum dalam menghadapi segala peristiwa sebagai
rahmat bagi umat.
2). Memberi batasan hukum yang diturunkan dengan sebab yang
terjadi , jika hukum itu diyantakan dalam
bentuk umum. Ini bagi mereka yang berpendapat al-‘ibrahbikhusush as-sabab la
bi’umum al-lafzhi (yang menjadi pegangan adalah sebab yang khusus, bukan lafadz
yang umum).
3). Apabila lafazh yang diturunkan itu bersifat umum dan ada
dalil yang menunjukkan pengkhususannya, maka adanya sebab an-nuzul akan
membatasi takhsish (pengkhususan) itu hanya terhadap hanya selain yang bentuk
sebab. Dan tidak dibenarkan mengeluarkannya (dari cakupan lafadz yang umum
itu), karena masuknya bentuk sebab kedalam lafazh yang umum itu), karena
masuknya bentuk sebab kedalam lafazh yang umum itu bersifat qath’I (pasti tidak
bisa di ubah). Maka, ia tidak boleh dikeluarkan melalui ijtihad, karena ijtihad
bersifat zhanni (dugaan). Pendapat ini dijadikan pegangan oleh ulama umumnya. Contoh
yang demikian digambarkan dalam firmannya: (Q.S An-Nur: 23-25).
4). Mengetahui sebab turunnya ayat adalah cara terbaik untuk
memahami al-Qur’an dan menyikap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang
tidak dapat ditafsirkan tanpa pengetahuan sebab turun-Nya. Al-Wahidi
menjelaskan, “tidak mungkin mengetahui tafsir ayat tanpa mengetahui sejarah dan
penjelasan sebab turunnya.” Ibnu Al-Id beroendapat, “keterangan tentang sebab
turunnya ayat adalah cara yang tepat untuk memahami makna Al-Qur’an.”
5). Sebab turunnya ayat dapat menerangkan tentang kepada
siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang
lain karena dorongan permusuhan dan perselisihan. Seperti disebutkann ayatn
Al-Ahqaf: 17.
D. Pendapat Para Ulama Tentang
Asbab An-Nuzul
Ada beberapa pendeapat para ulama
memaknai Asbab An-Nuzul, diantaranya ialah:
1. Al-Wahidi, menurutnya
bahwa antara peristiwa dengan ayat yang turun dapat saja berjarak waktu cukup
lama. Seperti surat Al-Fil. Menurutnya, surat ini turun karena peristiwa
terjadinya penyerangan tentara (pasukan) gajah ke Ka’bah. Namun menurut sejarah
yang disepakati jumhur ulama, penyerangan
pasukan gajah itu terjadi disaat nabi lahir. Itu berarti, jarak waktu
antara peristiwa yang terjadi dengan turunnya ayat, sekitar 40 tahun.[12]
2. Sebahagian ulama menyatakan bahwa jarak waktu antara
peristiwa dengan ayat yang turun tidak boleh terlalu lama. Golongan ini
mengkritik golongan al-Wahidi itu dengan menyatakan bahwa kedudukan peristiwa
penyerangan tentara gajah sama dengan kisah kaum ‘Ad. Tsamud, pembangunan
Ka’bah, diangkatnya Nabi Ibrahim sebagai khalil Allah, dan lain-lain.[13]
3. Manna Al-Qathan menjelaskan bahwa sebab al-Nuzul ialah
sesuatu, yang turun Al-Qur’an berkenaan dengannya pada waktu terjadinya seperti
suatu peristiwa yang terjadi atau ada pertanyaan.
4. Dr. Shubhi al-Shalih menyatakan pula bahwa, sebab al-Nuzul
ialah: Sesuatu yang oleh karenanya turun satu ayat atau beberapa ayat
mengandung peristiwa itu menjawab pertanyaan darinya atau pun menjelaskan hokum
yang terjadi pada zamannya.
5. Dr M. Quraisy Syihab memperjelas perngertian Asbab An-Nuzul Al-Qur’an
tersebut cara memilah peristiwanya. Dan menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan asbab nuzul al-qur’an ialah: 1).
Peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat, dimana ayat trersebut menjelaskan
pandangan Al-Quran tentang peristiwa tadi atau mengomentarinya. 2).
Peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah turunnya ayat, dimana peristiwa
tersebut dicakup pengertiannya atau dijelaskan hukumnya oleh ayat tadi.
6. Dikarenakan Asbab An-Nuzul itu erat kaitannya dengan keadaan
berkenaan dengan turunnya ayat, maka al-Qasimi menyatakan bahwa pengetahuan
sebab turunnya ayat adalah pengetahuan yang berkenaan dengan keadaan atau
situasi dan kondisi ketika ayat tersebut turun.
BAB III
PENUTUP
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan tentang Asbab An-Nuzul merupakan langkah awal untuk
mengetahui latar belakang atau yang melatar belakangi turunnya ayat-ayat suci
Al-Qur’an, lantaran karena sebab para sahabat atau kalangan lainnya dimasa
rasulullah.
Selain itu juga sebagai langkah awal
untuk mengetahui peristiwa yang melatarbelakangi pada saat turunnya Al-Qur’an.
Kemudian turunlah satu atau dua beberapa ayat yang menjelaskan hukum pada
peristiwa tersebut hingga ke beberapa pertanyaan yang dihadapkan kepada
Rasulullah Saw, lalu turunlah satu ayat atau beberapa ayat yang didalamnya
terdapat jawabannya.
Sedangkan manfaat mepelajari Asbab
An-Nuzul diantaranya adalah mengerahui hikmah pemberlakuan suatu hukum dan
perhatian syariat. Memberi batasan hukum yang diturunkan dengan sebab yang
terjadi. Apabila lafazh yang diturunkan itu bersifat umum dan ada dalil yang
menunjukkan pengkhususannya, maka adanya sebab an-nuzul akan membatasi takhsish
(pengkhususan) itu hanya terhadap hanya selain yang bentuk sebab.
Selain itu, guna untuk mengetahui sebab
turunnya ayat, karena cara terbaik untuk memahami al-Qur’an dan menyikap
kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa
pengetahuan sebab turun-Nya. Serta sebab turunnya ayat dapat menerangkan
tentang kepada siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak
diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisihan.
DAFTAR PUSTAKA
Amal,
Taufik Adnan, 2005 Rekonstruksi Sejarah
Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Alvabet.
Abdul
Halim, Muhammad, 2002, Memahami Al-Qur’an,
Bandung: Marja.
Al-Qathan,
Manna, 2006, Pengantar Studi Al-Qur’an, Jakarta:
Pustaka Al-Qaustar.
Baidan,
Nashruddin, 2016, Wawasan Baru Ilmu
Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wahyudin,
Asbabun Nuzul Sebagai Langkah Awal
Menafsirkan Al-Qur’an, Jurnal Sosial Humaniora, Vol.3 No.1 Juni 2010.
[1] Taufik
Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah
Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005) hal. 96
[2] Ibid…hal.96
[3] Muhammad
Abdul Halim, Memahami Al-Qur’an (Bandung:
Marja, 2002) hal. 13
[4] Muhammad
Abdul Halim,…hal. 14
[5] Sayikh
Manna Al-Qathan, Pengantar Studi
Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Al-Qaustar, 2006, hal 16.
[6]
Prof Dr Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016) hal.
136
[7] Syaikh
Manna Al-Qathan,…. hal 95.
[8] Prof
Dr Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu
Tafsir,…hal. 132.
[11]
Ibid…,hal.115
[12] Prof
Dr Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu
Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016, hal. 133.
[13] Ibid…,hal.133.
Comments
Post a Comment