ASBAB AN-NUZULAL-QUR’AN


BAB I

A.     Latar Belakang
Kaum muslimin umumnya meyakini bahwa Al-Qur’an bersumber dari Allah SWT.[1] Pengakuan Muhammad bahwa ia merupakan penerima wahyu dari Tuhan semesta alam untuk kemudian disampaikan kepada seluruh umat manusia mendapat tantangan keras dari orang Arab yang sezaman dengannya.[2] Al-Qur’an sebagai firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, disampaikan melalui malaikat Jibril a.s secara berangsur-angsur pada malam lailatul qadar. Malaikat Jibril datang dengan tiba-tiba dan menyeru Muhammad seraya mengatakan “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu”. Inilah kalimat pertama Al-Qur’an yang diwahyukan kepadanya pada saat ia menyendiri dan melakukan perenungan disebuah gua diluar kota Makkah pada 610 M.[3]
Dia merasakan pengalaman hidup-mati saat menerima wahyu luar  biasa ini, saat didekati oleh sesosok malaikat yang memerintahkannya; “Bacalah!” ketika ia menjelaskan bahwa dia tidak bisa membaca, sang malaikat mendekapnya dengan kuat dan mengulangi perintah itu sebanyak dua kali. Setelah itu, barulah malaikat itu membacakan kepadanya dua baris ayat pertama al-Qur’an dimana konsep “Membaca”, “Belajar /Memahami” dan “Pena” disebutkan sebanyak enam kali.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia Yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al- ‘Alaq [96]: 1-5).
Namun demikian turunnya Al-Qur’an kepermukaan bumi ini juga tidak serta merta sekaligus, melainkan berangsur-angsur dan beragam peristiwa ayat-ayat yang diturunkan kepada Muhammad. Tidak sebatas itu saja, masalah-masalah lain yang timbul dikalangan sahabat menjadi perbincangan hangat, hingga akhirnya sangat penting untuk dijelaskan maknanya menjadi lebih tepat, sehingga dapat dengan mudah dimengerti. Berangkat dari hal tersebut, perlu untuk diketahui apa sebenarnya Asbab An-Nujul ini. Kemudian seterusnya manfaat mengetahui Asbab An-Nuzul ini.
BAB II
MEMAHAMI ASBAB AN-NUZUL AL-QUR’AN
A.     Defenisi Al-Qur’an Dan Asbab An-Nuzul
1.     Al-Qur’an
Turunnya Al-Qur’an ke dunia ini tentulah mempunyai alasan yang kuat. Allah STW. Menurunkannya kepada Muhammad saw, melalui perantara malaikat Jibril a.s.yang disampaikan secara berangsur-angsur, untuk disampaikan kepada umatnya.
Secara leksikal, kata qur’an mengandung arti “bacaan” dan baru pada perkembangan kemudian dianggap merujuk kepada arti “teks yang dibaca”. Al-Qur’an kerap menyebut dirinya sebagai kitab, yang secara leksikal berarti “tulisan” dan kemudian dianggap mengandung arti “tulisan berupa buku”.[4] Definisi itu merupakan, “Qara’a” memiliki arti mengumpulkan dan menghimpun. Qira’ah berarti merangkai huruf-huruf dan kata-kata satu dengan lainnya dalam satu ungkapan kata yang teratur. Al-qur’an asalnya sama dengan Qiraah yaitu akar kata (masdar-infinitif) dari qara’a, qira’atan wa qur’anan.[5] Allah menjelaskan,
“Sesungguhnya kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya. Apabila kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu,”. (Q.S Al-Qiyamah: 17-18).
Ayat Al-Qur’an turun tidak serta merta dalam 30 juz sekali turun kepada Muhammad, melainkan berangsur-angsur. Juga sebab-sebab turunnya ayat tertentu menjadi latar belakang dari peristiwa mengapa beberapa ayat al-Qur’an itu turun untuk kemudian dijelaskannya tentang peristiwa tertentu. Dalam ilmu qur’an inilah yang disebut dengan Asbab An-Nuzul, atau sebab-sebab diturunkannya ayat Al-Qur’an ke muka bumi dan juga disertai dengan timbulnya peristiwa-peristiwa yang harus dijelaskan, baik yang ditanyakan para sahabat, ataupun yang lainnya dimasa rasulullah saw.    
2.     Asbab An-Nuzul
Beragam dan berbagai macam pendapat para ulama mengemukakan makna Asbab-An-nuzul dengan pemikiran yang berbeda-beda. Dr. Shubhi al-Shalih misalnya menyatakan bahwa, sebab an-nuzul adalah sesuatu yang oleh karenanya turun satu ayat atau beberapa ayat mengandung peristiwa itu menjawab pertanyaan darinya atau pun menjelaskan hukum yang terjadi pada zamannya.
Ulama Indonesia seperti Dr M. Quraisy Syihab memperjelas perngertian Asbab An-Nuzul Al-Qur’an dengan cara memilah peristiwanya. Dan menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan asbab nuzul al-qur’an ialah; 1). Peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat, dimana ayat trersebut menjelaskan pandangan Al-Quran tentang peristiwa tadi atau mengomentarinya. 2). Peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah turunnya ayat, dimana peristiwa tersebut dicakup pengertiannya atau dijelaskan hukumnya oleh ayat tadi, dan beragam jenis pendapat lainnya.
Artinya secara substansial, mereka sepakat bahwa yang dimaksud dnegan Asbab An-Nuzul itu ialah sesuatu yang menjadi latar belakang turunnya suatu ayat baik berupa peristiwa atau dalam bentuk pertanyaan yang diajukan kepada nabi.[6]
Pengdapat lainnya bahwa Asbab An-Nuzul didefenisikan sebagai “Sesuatu yang karenanya Al-Qur’an diturunkan, sebagai penjelas terhadap apa yang terjadi, baik berupa peristiwa ataupun pertanyaan.”[7] Pendapat lain menyatakan bahwa Asbab An-Nuzul ialah sebuah istilah sebab. Istilah sebab disini tidak sama pengertiannya dengan istilah “Sebab” yang dikenal dalam hukum kausalitas. Istilah “sebab” dalam hukum kausalitas merupakan keharusan wujudnya untuk lahirnya suatu akibat. Suatu akibat tidak akan terjadi tanpa ada sebab terlebih dahulu. Bagi Al-Qur’an walaupun diantara ayatnya yang turun didahului oleh sebab tertentu, tetapi sebab disini, secara teoritis tidak mutlak adanya, walaupun secara empiris telah terjadi peristiwanya.[8]
Menurut Al-Zarkasyi sebab turunnya Al-Qur’an ada dua kemungkinan: (1) adanya pertanyaan yang ditujukan kepada Nabi; dan (2) adanya peristiwa tertentu yang bukan dalam bentuk pertanyaan. Kemungkinan yang pertama, misalnya turunnya ayat 85 dari al-Isra’; dan kemungkinan yang kedua, misalnya, turunnya, ayat 113 dari surah At-Taubah. Atas dasar turunnya dua kemungkinan sebab turunnya Al-Qur’an tersebut, maka Al-Zarqani menyusun defenisi (pengertian) asbab nuzul Al-Qur’an secara lengkap sebagai berikut:
(Sebab al-Nuzul ialah sesuatu, yang turun satu ayat atau berapa ayat berbicara tentangnya (sesuatu itu) atau menjelaskan ketentuan-ketentuan hokum yang terjadi pada waktu terjadinya peristiwa tersebut).

B.     Persoalan Turunnya Ayat
1.     Banyak Ayat Satu Sebab
Terkadang banyak ayat yang turun, sedang sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada masalah yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun didalam berbagai surat berkenaan dengan satu peristiwa. Contohnya ialah apa yang diriwayatkan  Said bin Manshur, Abdurrazaq, At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, AthThabarani dan Al-Hakim mengatakan shahih, dari ummu Salamah, ia berkata:
“Wahai Rasulullah, Aku tidak mendengar Allah menyebutkan kaum perempuan sedikitpun mengenai hijrah. Maka Allah menurunkan: ‘Maka tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan firman); sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu , baik laki-laki atau perempuan (karena) sebagian kamu adalah turunan sebagian yang lain…” (Ali Imran: 195).[9]
Selain hadis diatas, beberapa hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasa’i, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ath-Thabarani dan Ibnu Mardawaih dari Ummu Salamah mengatakan bahwa, “Aku telah bertanya, ‘wahai Rasulullah, mengapakah kami tidak disebutkan dalam Al-Qur’an seperti kaum laki-laki? Maka pada suatu hari aku dikejutkan dengann seruan Rasulullah diatas mimbar. Beliau membacakan; ‘Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim…sampai akhir ayat. (Al-Ahzab: 35)”[10]
Al-Hakim meriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata, “Kaum laki-laki berperang sedang perempuan tidak. Disamping itu kami hanya memperoleh warisan setengah bagian disbanding laki-laki? Maka Allah menurunkan ayat ; Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain; karena bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan pula...’ (An-Nisa: 32) Dan ayat; Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim..’.” ketiga ayat diatas turun karena satu sebab.[11]

2.     Ayat Lebih Dulu Turun Daripada Hukumnya
Dalam Al-Burhan Az-Zarkasyi menulis satu pembahasan yang berhubungan dengan Asbab an-Nuzul, dimana tajuknya “Penurunan ayat lebih dahulu daripada hukumnya.” Ia mengemukakan contoh yang tidak menunjukkan bahwa ayat itu diturunkan dengan lafadzh mujmal (global), yang mengandung arti lebih dari satu, kemudian penafsirannya dihubungkan dengan salah satu arti-arti tersebut. Di dalam Al-Burhan disebutkan, “Ketahuilah, turunnya suatu ayat itu terkadang mendahului hukum. Misalnya ayat, ‘Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri’.” (Al-A’la: 14) ayat tersebut dijadikan dalil untuk zakat fitrah.
Dalam hadits riwayat Al-Baihaqi dari Ibnu Umar, disebutkan bahwa ayat itu turun berkenaan dengan zakat fitrah, kemudian secara marfu’, ia juga meriwayatkan keterangan yang sama. Sebagian dari mereka berkata,“Aku tidak mengerti maksud pentakwilan yang seperti ini, sebab surat itu makkiyah, sementara di makkah belum ada Hari Raya (Idul fitri) dan zakat.”
Menurut Al-Baghawi dalam tafsirnya menjawab, turunnya itu boleh saja mendahului hukumnya, seperti firman Allah, ‘Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini; dan kamu (Muhammad) bertempat dikota ini. “Aku menempatinya pada siang hari.” Demikian pula ayat yang turun di Makkah: “Golongan itu pasti dikalahkan dann akan mundur kebelakang.” (Al-Qamar: 45) Umar Al-Khatab mengatakan, “Aku tidak mengerti golongan mana yang akan dikalahkan itu. Namun ketika terjadi perang badar, aku melihat rasulullah berkata, “Golongan itu pasti dikalahkan dan akan mundur ke belakang’.

3.     Beberapa Ayat Turun Berkaitan Dengan Satu Orang
Pada masa Rasulullah, terkadang banyak sahabat yang mengalami beberapa kali peristiwa yang membutuhkan jawaban lain terkait peristiwa itu. Demikian Al-Qur’an turun  mengiringi setiap peristiwa. Ia banyak turun sesuai dengan banyaknya peristiwa yang terjadi. Misalnya, Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitabnya berjudul “Al-Adab Al-Mufrad” tentang berbakti kepada orang tua. Dari saad bin Abi waqqash ia berkata, “Ada empat ayat Al-Qur’an turun berkenaan denganku. Pertama; ketika ibuku bersumpah bahwa ia tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkann Muhammad, lalu Allah menurunkan ayat, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang kamu tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya didunia dengan baik.” (Luqman: 15). Kedua; ketika aku mengambil sebilah pedang dan mengaguminya, maka aku berkata kepada rasulullah, ‘wahai rasulullah, berikanlah kepadaku pedang ini. Maka turunlah ayat; mereka bertanya kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang.’ (Al-Anfal:1). Ketiga; ketika Aku sedang sakit, Rasulullah mengunjungiku, aku bertanya kepada beliau, ‘wahai rasulullah, aku ingin membagikan hartaku, bolehkanaku mewasiatkan separuhnya?” beliau menjawab, “tidak boleh.’ Aku bertanya, ‘bagaimana kalau sepertiga?’ rasulullah diam. Maka wasiat dengan sepertiga harta itu diperbolehkan. Keempat; Ketika Aku sedang meminum khamr (minuman keras) bersama kaum Anshar, seorang dari mereka memukul hidungku dengan rahang onta. Lalu Aku dating kepada Rasulullah, maka Allah Azza Wajalla menurunkan larangan minum khamr.” Termasuk kedalam kategori seperti kasus ini adalah adanya kesesuaian sikap dan cara berpikir Umar dengan wahyu. Banyak ayta yang turun berkenaan dengan pendapatnya.

4.     Korelasi Antara Ayat dengan Ayat, Surat dengan Surat
Seperti halnya pengetahuan tentang Asbab An-Nuzul yang mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat, maka pengetahuan mengenai kolerasi ayat dengan ayat, maka pengetahuan mengenai kolerasi ayat dengan ayat dan surat dengan surat juga membantu dalam menakwilkan dan memahami ayat dengan baik dan cermat. Hal juga berkaitan dengan munasabah. Yang dimaksud dengan munasabah disini ialah sisi-sisi korelasi antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat-ayat lain, atau antara satu surat dengan surat yang lain. Hal ini berdasarkan pengetahuan dalam memahami keserasian antar makna, mukjizat Al-Qur’an secara balaghah, kejelasan keterangannya, keteraturan susunan kalimatnya, dan keindahan gaya bahasanya.
“Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terinci, diturunkan dari sisi Allah Yang Maha Bijaksana dan Mahatahu.” (Hud : 1).
Az-Zarkasyi mengatakan bahwa, “Manfaatnya ialah menjadikan sebagian pembicaraan berkaitan dengan sebagian lainnya, hingga hubungannya menjadi kuat, bentuk susunannya kukuh dan bersesuaian dengan bagian-bagiannya laksana sebuah bangunan yang unsure-unsurnya saling terkait.” Sedangkan menurut Al-Qadhi Abu Bakar Ibnul Arabi, mengetahui sejauh mana hubungan antara ayat-ayat tertentu dengan ayat ayat lain hingga semuanya menjadi seperti satu kata, yang maknanya serasi dan susunannya teratur merupakan suatu ilmu yang besar.
Pengetahuan mengenai korelasi dan hubungan antara ayat-ayat itu bukannya hal yang tauqifi (langsung ditetapkan oleh Rasul); tetapi didasarkan pada ijtihad seorang mufasir dan penghayatannya terhadap kemukjizatan Al-Qur’an, rahasia dibalik balagahnya, segi keterangannya yang mandiri, dan sesuai dengan dasar-dasar bahasa dalam ilmu bahasa  Arab. Jika adalah kolerasi tersebut dapat diterima.

C.      Manfaat Mengetahui Asbab An-Nuzul
Manfaat mempelajari dan mengetahui Asbab An-Nuzul mempunyai banyak faedah yang penting, selain cara memperdalami ilmu Al-Qur’an, juga banyak manfaat dan hal-hal yang mendalam untuk dijadikan sebagai rujukan mempelajari Al-Qur’an. Adapun manfaat dan faedahnya diantaranya adalah;
1). Mengerahui hikmah pemberlakuan suatu hokum dan perhatian syariat terhadap kemaslahatan umum dalam menghadapi segala peristiwa sebagai rahmat bagi umat.
2). Memberi batasan hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi , jika hukum  itu diyantakan dalam bentuk umum. Ini bagi mereka yang berpendapat al-‘ibrahbikhusush as-sabab la bi’umum al-lafzhi (yang menjadi pegangan adalah sebab yang khusus, bukan lafadz yang umum).
3). Apabila lafazh yang diturunkan itu bersifat umum dan ada dalil yang menunjukkan pengkhususannya, maka adanya sebab an-nuzul akan membatasi takhsish (pengkhususan) itu hanya terhadap hanya selain yang bentuk sebab. Dan tidak dibenarkan mengeluarkannya (dari cakupan lafadz yang umum itu), karena masuknya bentuk sebab kedalam lafazh yang umum itu), karena masuknya bentuk sebab kedalam lafazh yang umum itu bersifat qath’I (pasti tidak bisa di ubah). Maka, ia tidak boleh dikeluarkan melalui ijtihad, karena ijtihad bersifat zhanni (dugaan). Pendapat ini dijadikan pegangan oleh ulama umumnya. Contoh yang demikian digambarkan dalam firmannya: (Q.S An-Nur: 23-25).
4). Mengetahui sebab turunnya ayat adalah cara terbaik untuk memahami al-Qur’an dan menyikap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa pengetahuan sebab turun-Nya. Al-Wahidi menjelaskan, “tidak mungkin mengetahui tafsir ayat tanpa mengetahui sejarah dan penjelasan sebab turunnya.” Ibnu Al-Id beroendapat, “keterangan tentang sebab turunnya ayat adalah cara yang tepat untuk memahami makna Al-Qur’an.”
5). Sebab turunnya ayat dapat menerangkan tentang kepada siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisihan. Seperti disebutkann ayatn Al-Ahqaf: 17.

D.     Pendapat Para Ulama Tentang Asbab An-Nuzul
Ada beberapa pendeapat para ulama memaknai Asbab An-Nuzul, diantaranya ialah:
1.      Al-Wahidi, menurutnya bahwa antara peristiwa dengan ayat yang turun dapat saja berjarak waktu cukup lama. Seperti surat Al-Fil. Menurutnya, surat ini turun karena peristiwa terjadinya penyerangan tentara (pasukan) gajah ke Ka’bah. Namun menurut sejarah yang disepakati jumhur ulama, penyerangan  pasukan gajah itu terjadi disaat nabi lahir. Itu berarti, jarak waktu antara peristiwa yang terjadi dengan turunnya ayat, sekitar 40 tahun.[12]
2.      Sebahagian ulama menyatakan bahwa jarak waktu antara peristiwa dengan ayat yang turun tidak boleh terlalu lama. Golongan ini mengkritik golongan al-Wahidi itu dengan menyatakan bahwa kedudukan peristiwa penyerangan tentara gajah sama dengan kisah kaum ‘Ad. Tsamud, pembangunan Ka’bah, diangkatnya Nabi Ibrahim sebagai khalil Allah, dan lain-lain.[13]
3.      Manna Al-Qathan menjelaskan bahwa sebab al-Nuzul ialah sesuatu, yang turun Al-Qur’an berkenaan dengannya pada waktu terjadinya seperti suatu peristiwa yang terjadi atau ada pertanyaan.
4.      Dr. Shubhi al-Shalih menyatakan pula bahwa, sebab al-Nuzul ialah: Sesuatu yang oleh karenanya turun satu ayat atau beberapa ayat mengandung peristiwa itu menjawab pertanyaan darinya atau pun menjelaskan hokum yang terjadi pada zamannya.
5.      Dr M. Quraisy Syihab memperjelas perngertian Asbab An-Nuzul Al-Qur’an tersebut cara memilah peristiwanya. Dan menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan asbab nuzul al-qur’an ialah: 1). Peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat, dimana ayat trersebut menjelaskan pandangan Al-Quran tentang peristiwa tadi atau mengomentarinya. 2). Peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah turunnya ayat, dimana peristiwa tersebut dicakup pengertiannya atau dijelaskan hukumnya oleh ayat tadi.
6.      Dikarenakan Asbab An-Nuzul itu erat kaitannya dengan keadaan berkenaan dengan turunnya ayat, maka al-Qasimi menyatakan bahwa pengetahuan sebab turunnya ayat adalah pengetahuan yang berkenaan dengan keadaan atau situasi dan kondisi ketika ayat tersebut turun.

BAB III
PENUTUP
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tentang Asbab An-Nuzul merupakan langkah awal untuk mengetahui latar belakang atau yang melatar belakangi turunnya ayat-ayat suci Al-Qur’an, lantaran karena sebab para sahabat atau kalangan lainnya dimasa rasulullah.
Selain itu juga sebagai langkah awal untuk mengetahui peristiwa yang melatarbelakangi pada saat turunnya Al-Qur’an. Kemudian turunlah satu atau dua beberapa ayat yang menjelaskan hukum pada peristiwa tersebut hingga ke beberapa pertanyaan yang dihadapkan kepada Rasulullah Saw, lalu turunlah satu ayat atau beberapa ayat yang didalamnya terdapat jawabannya.
Sedangkan manfaat mepelajari Asbab An-Nuzul diantaranya adalah mengerahui hikmah pemberlakuan suatu hukum dan perhatian syariat. Memberi batasan hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi. Apabila lafazh yang diturunkan itu bersifat umum dan ada dalil yang menunjukkan pengkhususannya, maka adanya sebab an-nuzul akan membatasi takhsish (pengkhususan) itu hanya terhadap hanya selain yang bentuk sebab.
Selain itu, guna untuk mengetahui sebab turunnya ayat, karena cara terbaik untuk memahami al-Qur’an dan menyikap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa pengetahuan sebab turun-Nya. Serta sebab turunnya ayat dapat menerangkan tentang kepada siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisihan.

DAFTAR PUSTAKA
Amal, Taufik Adnan, 2005 Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Alvabet.
Abdul Halim, Muhammad, 2002, Memahami Al-Qur’an, Bandung: Marja.
Al-Qathan, Manna, 2006, Pengantar Studi Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Al-Qaustar.
Baidan, Nashruddin, 2016, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wahyudin, Asbabun Nuzul Sebagai Langkah Awal Menafsirkan Al-Qur’an, Jurnal Sosial Humaniora, Vol.3 No.1 Juni 2010.





[1]               Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005) hal. 96
[2]               Ibid…hal.96
[3]               Muhammad Abdul Halim, Memahami Al-Qur’an (Bandung: Marja, 2002) hal. 13
[4]               Muhammad Abdul Halim,…hal. 14
[5]               Sayikh Manna Al-Qathan, Pengantar Studi Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Al-Qaustar, 2006, hal 16.
[6]               Prof Dr Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016) hal. 136
[7]               Syaikh Manna Al-Qathan,…. hal 95.
[8]               Prof Dr Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir,…hal. 132.
[9]               Syaikh Manna Al-Qathan,…. hal 114.             
[10]             Ibid…,114
[11]             Ibid…,hal.115
[12]             Prof Dr Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016, hal. 133.
[13]             Ibid…,hal.133.

Comments

Popular posts from this blog

Ada Kopi Ada Rezeki

SEJARAH JURNALISME INVESTIGASI

Lirik Lagu Gayo Unung-Unung - Ervan Ceh Kul